My Recent Playlist #2

Assalamualaikum, ya ukhti dan akhi.

Bertepatan dengan bulan suci Ramadan ini, perkenankan gua untuk mengotori kalian semua dengan tulisan busuk gua. Ya, butuh waktu lebih dari dua tahun, untuk membuat gua tergerak menulis lagi (selain puisi, tentunya). Dengan dalih meningkatkan produktifitas selama masa pandemi ini, juga menjadi salah satu faktor mengapa tulisan ini terbentuk. Jadi, dapat disimpulkan bahwa jangka waktu tahunan yang collab dengan wabah penyakit global membuat otak gua "dipecut" kembali. HADEEEEH! (I'm not proud about it)
Kembali ke dasar judul, gua mulai melanjutkan kembali proyek lama yang digadang-gadang akan menjadi sebuah tulisan seri dengan nomor puluhan. Namun, nyatanya hanya membuahkan satu tulisan saja (again, I'm not proud about it). Mengutip dari Kylo Ren, "I will finish what you I started", gua berharap bahwa tulisan ini dapat menjadi "bahan bakar" untuk tulisan-tulisan selanjutnya. Amen. Sehingga, gua nggak perlu nulis kalimat "setelah sekian lama ..." di tahun ke lima saat memutuskan menulis di blog kembali *smh*. Oke, setelah introduksi yang nggak penting di atas, mending langsung bersiap membaca isi tulisan yang tidak kalah nggak pentingnya. Oh ya, sebagai catatan, gua hanyalah penikmat musik yang tidak mengerti akan hal-hal teknis. Bisa jadi tingkat kotoran kuping a.k.a. conge di kuping gua dapat memberikan impresi yang berbeda akan musik yang didengarkan oleh agan dan aganwati yang sekarang membaca tulisan ini. So, tek it izy n nJoY.

1. Cut Here by The Cure


Ya, salah satu lagu dari band yang dijuluki happy-sad music dalam film Sing Street (2016). Salah satu band favorit gua. Gua sebenernya sudah mendengarkan The Cure sejak lama, lagu ini pun sudah pernah didengarkan sebelumnya. Namun, gua belum pernah benar-benar mendengarkan dan mencari tahu latar belakang dari lagu ini, sampai pada minggu kemarin. Hal ini bermula ketika gua nonton video di youtube tentang tato Dochi, di mana salah satunya bergambarkan seperti logo "gunting di sini" pada kemasan kudapan, khususnya kudapan micin. Akhirnya, gua mendengarkan kembali sembari mendalami makna liriknya.

"But how many times can I walk away and wish, if only
How many times can I talk this way and wish, if only
Keep on making the same mistake
Keep on aching the same heartbreak
I wish if only but if only is a wish too late."

Lagu ini diciptakan dan didedikasikan Robert Smith (vocalist and guitarist) untuk mendiang temannya yang sudah almarhum, Billy MacKenzie. Bisa dilihat dari lirik di atas menyiratkan penyesalan Robert yang kurang menyisihkan waktunya bersama Billy yang meninggal dengan bunuh diri karena depresi. Setelah mengulang mendengarkan lagu ini, gua semakin mengapresiasi Robert Smith dalam penulisan lirik. Ya, memang bukan hal yang tabu, bahwa Robert adalah salah satu penulis poetic-lyrics terbaik. Bagaimana tidak, kalimat "until later doesn't always come" cukup membuat gua terenyuh saat mendengarnya *cri*. Walau lagu ini berlatarkan tentang kematian seorang teman, lagu ini juga dapat gua interpretasi tentang perpisahan dengan orang tersayang. Dammit, Robert. ☹
Fun fact: Cut Here merupakan anagram dari The Cure.

2. Elephant Gym on Audiotree



Mula-mula, gua ingin berterima kasih kasih kepada kanal Audiotree yang sudah membantu gua menemukan referensi-referensi musik baru di luar Indonesia. Jujur aja, referensi musik di luar Indonesia gua sangat terbatas. Kanal tersebut sebelumnya terbukti sudah memperkenalkan gua dengan musikus seperti Japanese Breakfast, Soccer Mommy, dan Snail Mail. Namun, yang tidak disangka, gua diperkenalkan dengan band dari Taiwan yang satu ini. Bermula saat gua diberi tugas oleh kakak gua untuk jagain anaknya alias ponakan gua. Gua yang sebagai part-time babysitter mencoba memutar otak agar tidak bosen-bosen amat dalam kondisi seperti ini. Alhasil, gua jaga ponakan sambil membuka kanal youtube Audiotree dengan memilih band secara random, namun dengan satu kriteria: salah satu personilnya harus cewek. Mohon maaf ini bukan bermaksud objektifikasi, hanya saja entah kenapa gua selalu suka kagum dengan wanita yang memainkan alat musik. Elephant Gym pun menjadi pilihan.
Elephant Gym merupakan band bergenre math-rock dan post-rock, di mana sebagian besar musiknya merupakan instrumental. Gua sendiri pun nggak paham definisi math-rock itu sendiri apa. Apakah chord-chord-nya dikalkulasikan terlebih dahulu dengan proses aljabar dan kalkulus. Entahlah, ngisup alap ogut. Yang jelas, beginilah impresi pertama gua saat menyaksikan dan mendengarkan penampilan live Elephant Gym (tanpa melebih-lebihi dan mengurangi): "Buseeeh, ini personilnya jago-jago amat! *shock intensifies*". Kalimat tersebut tercatat keluar dari mulut gua lebih dari lima kali. Elephant Gym itu sendiri terdiri dari tiga personil, di mana dua di antaranya merupakan saudara yaitu KT Chang (bassist) dan Tell Chang (guitarist and keyboardist), personil lainnya yaitu Chia-Chen (drummist drummer). Ya, walaupun gua nggak paham tangga nada dan hal teknis musik lainnya, tapi gua bisa bilang bahwa mereka bertiga bermain dengan ruarrr biasa (iya "ruar", bukan "luar" lagi). Gua pun berpikir mereka ini kayaknya berkuliah di jurusan musik dan lulus dengan predikat cum laude, lalu melanjutkan karirnya sampai gelar doktor (iya iya, lebay memang wkwk).
Oh ya, gua baru mendengarkan musik mereka empat hari yang lalu sebelum tulisan ini dipublikasikan (emangnya jurnal, cuy!) (ini kenapa kayak fesbuk*er ada saut-sautan?!). Intinya, secepat itu gua jatuh hati dengan karya-karya mereka. Kalau disuruh pilih, tiga lagu favorit gua yaitu: Underwater, Finger dan Galaxy.

3. tricot on Audiotree



Sekali lagi gua ingin menyematkan kembali tanda terima kasih kepada Audiotree yang sudah memperkenalkan band ini kepada gua. Ya, gua mendengarkan band ini tepat setelah mendengarkan Elephant Gym. Saat itu, terlintas dalam pikiran bahwa nama band tricot (with small t) sangat unik dan lucu. Hal ini yang membuat gua mencoba mendengarkan tricot untuk pertama kali. Bukan hanya nama bandnya saja yang lucu, personilnya pun tidak kalah lucu. tricot sendiri merupakan band yang berasal dari Jepang. Band ini awalnya terdiri dari tiga personil wanita yang bernama Ikkyu Nakajima (vocalist and guitarist), Motoko “Motifour” Kida (guitarist and backing vocalist), dan Hiromi “Hirohiro” Sagane (bassist and backing vocalist), lalu menambahkan satu personilnya yaitu Yoshida Yuusuke (drummer). Band ini pun mengusung genre math-rock. Sekali lagi, gua nggak tau perbedaan math-rock dengan plkj-rock, jadi silakan gugling sendiri. Jujur saja, awal menonton video live tricot ini, ekspektasi gua ini hanya akan menjadi band yang gua dengar sekali, abis itu lupa. Ternyata gua dikibuli saudara-saudara, selama 24 menit video tersebut, gua disuguhkan dengan aksi-aksi yang keren nan memukau. Pada akhirnya, lagu-lagu tricot pun menjadi on-repeat playlist gua dalam empat hari terakhir.
Sebenernya, gua tidak terlalu mengikuti perkembangan skena musik pop dan rock jepang, tapi setelah mendengar tricot seakan menjadi pintu gerbang akan band-band Jepang selanjutnya. Ya, semoga bertambah. Oh ya, kalau disuruh pilih, tiga lagu favorit gua yaitu: On the boom, Potage, dan Melon Soda.

Sepertinya cukup sampai ini tulisan ini dibuat. Setelah sekian lama tak menulis di blog lagi, ternyata butuh berjam-jam untuk menyelesaikan tulisan yang singkat ini. Entah, apakah ada yang baca atau tidak selain gua, gua berharap bahwa tulisan ini tidak membuang waktu berharga kalian he he he. Toh, tujuan gua menulis kembali lantaran untuk pembuktian diri saja, pun kalau ada yang baca, gua berterima kasih he he he. Untuk musik-musik di atas, sudah gua lampirkan link youtube-nya di masing-masing judul poin, jadi silakan klik dan dengarkan.
Sampai jumpa di tulisan berikutnya yang diharapkan tidak butuh waktu lama.
Enzuioy en Ciaooo!


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer